Blogger Jateng

Perbedaan Wayang Kulit Yogyakarta dan Surakarta [Lengkap]

 Wujud wayang kulit sebenarnya banyak, sesuai gagrak masing-masing. Namun yang sering muncul di televisi dan buku-buku jelas gagrak Solo yang seolah menjadi wayang nasional. Di sisi lain ketika kita mencari gambar wayang di mesin pencari Internet yang muncul biasanya ada dua macam : Gagrag Solo dengan Jogja.

bratasena jogja vs solo

Bedanya dimana sih? Sebenarnya cukup banyak perbedaan jika diperhatikan secara detail. Namun kita bisa mebedakan dengan mudah dengan beberapa hal yang berifat global.

Seperti halnya di foto pertama, wayang Bratasena koleksi Pak Alex dari Medan. Bratasena sebelah kiri adalah wayang gaya Jogja sedangkan sebelah kanan adalah gaya Solo. Bisa dibedakan kan?

Secara postur tubuh, gaya Jogja lebih kekar sedangkan Solo jangkung dan lebih langsing. Bahu dan wajah wayang jogja lebih menunduk. Selain itu kita lihat lebih dekat ke bagian wajah:

Muka Bima vs Solo

Untuk wayang gagahan semacam Bima, Gatotkaca, Duryudana, Jayadrata Gandamana atau Suteja, dimana bagian wajah diwarnai hitam (karena ada kemungkinan diberi warna prada/gemblengan), untuk gagrak solo (kanan) kumisnya di bludri (digurat) tanpa diwarnai, sedangkan gaya Jogja (kiri) kumis diwarnai merah.

Jenggot wayang Soloan cuma di bagian bawah dagu, sedangkan gaya Jogja sampai pangkal telinga.

Kita lihat contoh lainnya:

Kita lihat untuk wayang Kresna di atas. Hampir sama, namun wayang Jogja pundak depan lebih tinggi dan roman muka seolah lebih sinis. Kepala Kresna Jogja juga tampak lebih besar.

Kresna Jogja Solo

Contoh lain, wayang Karna, yang ini sama-sama mendongak dan pundak depan lebih tinggi. Namun sama halnya dengan Kresna, kepala Karna Solo lebih terlihat seimbang dengan bagian bawah tubuhnya.

Karna Jogja vs Solo

Untuk wayang bokongan tertentu, seperti wayang Raja, Nakula, Sadewa di bagian belakang sembuliyan-kerisan, ada untaian semacam bunga (dilingkari) untuk wayang Solo. Di gagrag jogja tidak dikenal hiasan ini.

Anoman Jogja vs Solo

Wayang Anoman Jogja pundak bawah lebih rendah jadi tampak menunduk, matanya ada dua. Gagrag Solo tapak lebih tegak dan umumnya bermata satu.

kunti jogja vs solo 2

Perbedaan lain yang tampak jelas adalah di wayang putri. Kain wayang putri Gagrag Jogja menjuntai ke depan, sedangkan wayang Solo jatuh ke belakang.

Untuk wayang Kunti dia atas memang keseluruhan berbeda, namun memang wayang Putri umunya bersifat srambahan atau bisa dipakai untuk tokoh sesuai kemauan dalang.

Nah ternyata banyak juga tokoh wayang Jogja dengan Solo yang bentuknya jauh berbeda. Diantaranya:

Gandamana SOlo vs Jogja

Gandamana Solo dengan Jogja berbeda bentuk dan posturnya. Gandamana Solo tanpa Praba dan posturnya sebesar Gatotkaca, sedangkan Gandamana Jogja memakai Praba serta berpostur hampir sebesar Bratasena.

Jayadrata Solo vs Jogja

ang ini adalah Jayadrata. Gagrag Solo berpraba, sedangkan Jogja tanpa praba, posturnya sama. Dari ujudnya antara Gandamana Solo itu bentuknya sama dengan Jayadrata Jogja.

antareja jogja vs solo

Yang benar-benar berbeda juga antara Antareja  Jogja (kiri) dengan Antareja Solo (kanan)

Kartamarma jogja vs solo

Yang ini juga, Kartamarma Jogja yang sederhana tampak jauh berbeda dengan Kartamarma Solo yang berpakaian raja.

Masih banyak perbedaan baik secara global maupun detail, Insya Allah akan disambung lagi.


Berikut ini beberapa trik mudah membedakan wayang Jogja dengan Solo

Gragih Waluh

Gragih waluh atau Ganggeng Kanyut adalah helai rambut yang menjuntai di bagian pipi. Wayang Jogja umumnya tidak memakai itu, kecuali beberapa wayang lawas. Wayang Solo semuanya memakai itu, kecuali untuk wayang Yaksa yang biasanya ruang sungging di pipinya sudah penuh. Bisa dilihat dari gambar di bawah ini


Grudan

Grudan wayang Jogja mempunyai belalalai di dekat taring luar, di bagian mulut taringnya 1.

Grudan wayang Solo tidak punya belalai, dan taring di mulutnya ada 2 atas bawah. Bisa dilihat di gambar berikut

 

 


Kalung Ulur & Uncal Kencana

Kalung ulur dan uncal kencana wayang jogja mempunyai semacam permata tambahan di ujungnya, wayang Solo tidak ada, bisa dilihat di gambar berikut

 


Ngrangrangan

Wayang Jogja ngrangrangannya bergigi banyak dan lancip, terus ornamen semacam buah adi bagian tengahnya ada 1

Ngrangrangan wayang Solo giginya cuma 2 dan tidak lancip, sementara ornamen mirip buahnya ada 2, bisa dilihat di gambar dibawah ini


 

Demikian trik mudah membedakan wayang Jogja dengan Solo, Selengkapnya bisa dilihat di video berikut

Pembedaan Secara Spesifik Wayang Yogyakarta Dan Surakarta

Sumber : Wayang Nusantara (Indonesian Shadow Puppets)

WAYANG DEWA DAN PENDETA

Dalam buku ini, boneka-boneka wayang akan di bagi menjadi tujuh bagian. Yang pertama adalah wayang dewa dan pendeta, wayang putren, wayang ksatria dan raja, wayang kera, wayang raksasa, wayang ricikan seperti hewan dan gunungan dan kemudian wayang punakawan.

Khusus untuk wayang Dewa, dan pendeta yang akan dibahas di bagian ini. Banyak sekali perbedaan yang sangat signifikan yang dapa kita lihat dari bentuk wayang tersebut secara keseluruhan. Di sini dapat kita dapati dalam wayang Batara Guru, Batara Brahma, Batara Indra, Batara Bayu dan Batara Narada. Tentu masih banyak perbedaan yang bisa kita temui pada dewa-dewa lainnya. Namun di sini saya hanya ingin menunjukkan perbedaan yag terdapat pada dewa-dewa yang cukup terkenal di dunia pedalangan saja.

Batara Guru gaya Surakarta dan Yogyakarta

Batara Guru Solo vs Jogja

Gambar di atas adalah merupakan sebuah perbedaan yang sangat menonjol yang dapat kita lihat. Secara mudah kita bisa menyimpulkan bahwa wayang Batara Guru gaya Yogyakarta memiliki tangan yang dapat di gerakkan. Itu memang sebuat tanda yang sangat jelas terlihat namun bukan sebuah kepastian. Bukan sebuah kepastian karena gaya Yogyakarta pun memiliki wayang Batara Guru yang tubuh dan tangannya bersatu dan tak dapat digerakkan seperti yang terlihat di bawah ini dan mengenalkan topong (semacam mahkota) seperti gaya Surakarta yang menganut gaya wayang Kyai Inten. Pada umumnya hanya dalang-dalang kraton Yogyakarta saya yang menggunakan wayang Batara Guru seperti yang tampak di atas.

batara guru jogja

Yang dapat dilihat dari sini adalah wayang Yogyakarta memiliki perawakan yang lebih gemuk dan lebih pendek sehingga terlihat gempal dan ini menjadi patokan untuk wayang-wayang lainnya.

Bagaimana jika kita berhadapan dengan wayang bertubuh gemuk? Tentu kedua gaya pun memiliki jenis wayang yang gemuk pula seperti maha patih kayangan, Batara Narada. 

Secara umum, Batara Narada gaya Yogyakarta berpakaian sederhana dan tidak mengenakan jubah serta keris di pinggang bagian belakangnya. Selain itu mulut Batara Narada gaya Yogyakarta lebih kecil jika di bandingkan dengan wayang Batara Narada gaya Surakarta. Selain itu Batara Narada dari kedua gaya dapat dibedakan juga dengan bentuk tangannya. Jika pada gaya Surakarta tangan depan Batara Narada menunjuk, maka dalam gaya Yogyakarta kedua tangan Batara Narada sama-sama menekuk jari manis dan jari tengahnya sehingga kedua jari tersebut menyentuh ibu jari (kitingan : red). Satu hal lagi, Batara Narada gaya Yogyakarta memiliki badan yang dapat kita bandingkan dengan salah seorang punakawan yaitu Semar.

narada jogja vs solo

Setelah Batara Guru dan Batara Narada dibahas di atas, kini mari kita lihat lebih lanjut ke Batara Indra dan dewa-dewa lainnya.

batara indra solo vs jogja 2

Untuk Batara Indra, yang merupakan dewa langit dan raja dari para bidadari dari gaya Surakarta menggunakan mahkota sebagai hiasan kepala dan mengenakan jubah lengkap, keris dan sepatu. Konon sepatu yang mulai diperkenalkan pada wayang-wayang gaya Surakarta mulai banyak kita jumpai pada wayang wayang Yogyakarta seperti wayang Batara Indra milik salah seorang dalang dari Yogyakarta, Ki Sukoco yang memakai jubah, keris dan sepatu.

Satu lagi hal yang perlu di perhatikan adalah Batara Indra Gaya Surakarta memiliki jenggot yang bermula dari dagu sampai pada pangkal leher, sedang pada gaya Yogyakarta sangan jarang ditemui wayang dengan jenggot seperti yang terlihat pada Batara Indra Gaya Surakarta.

Batara Indra gaya Yogyakarta koleksi Ki Sukoco

Batara Indra gaya Yogyakarta koleksi Ki Sukoco

Untuk wayang Batara Brahma, sebuah bentuk fisik yang akan sangat jelas dijumpai perbedaannya terdapat pada muka dari dewa penguasa Api tersebut. Batara Brahma gaya Yogyakarta memiliki wajah dan tubuh yang mirip dengan Gatotkaca atau Antareja. Sedang wayang kulit gaya Surakarta lebih condong untuk menunjukkan tali persaudaraan anatar Batara Sambu, Batara Indra, dan Batara Brahma yang menggambarkan Batara Brahma dengan wajah mirip dengan Barata Indra namun mendongak. (Juga Brahma ini mirip Baladewa : red)

Selain itu suatu hal yang umum yang dapat ditemui melalui Batara Brahma adalah wayang Batara Brahma yang umumnya di beri warna Merah, meskipun terkadang wajah Batara Brahma hanya di prada (warna emas). Seperti dewa-dewa gaya Surakarta lainnya, Batara Brahma juga menggunakan jenggot dari dagu hingga pangkal leher. Berbeda dengan gaya Surakarta, gaya Yogyakarta pada umumnya memisah jenggot menjadi dua bagian, pada ujung dagu dan pangkal leher.

brahma solo vs jogja

Berbeda dengan dewa-dewa sebelumnya, Batara Bayu gaya Surakarta dan Yogyakarta memiliki kemiripan. Kemiripan yang terdapat di sini adalah keduanya memiliki tubuh yang besar dan ukuran yang hampir sama dengan Raden Werkudara atau Bimasena pada masing-masing wilayah.

Perbedaan yang terlihat adalah, bila Batara Bayu gaya Yogyakarta memiliki pakaian yang sama dengan Werkudara ditambah sorban dan sampur (semacam kain yang ditaruh di pundak), Batara Bayu gaya Surakarta berpakaian lebih mewah. Pada gaya Surakarta, Batara Bayu menggunakan jubah layaknya dewa-dewa lainnya, keris di depan, sepatu, dan mahkota yang menandakan bahwa ia adalah raja dari segala jenis angin. Jenggot kembali perlu menjadi perhatian di sini. Batara Bayu gaya Surakarta ternyata juga menggunakan jenggot panjang dari dagu sampai pangkal leher sedang dari gaya Yogyakarta, Batara Bayu memiliki jenggot yang sama dengan Batara Brahma gaya Yogyakarta.

bayu solo vs jogja

Demikianlah perbedaan-perbedaan yang dapat kita temui dalam pertokohan wayang-wayang dewa di Yogyakarta dan Surakarta secara umum.

Berpindah dari para dewa-dewa, kini kita akan membahan tokoh-tokoh pendeta yang eksis dalam pewayangan wayang kulit purwa. Tokoh-tokoh pendeta yang ada dalam pewayangan Surakarta pada umumnya menggunakan satu wayang saja untuk tokoh-tokoh yang kurang dikenal seperti Begawan Kesawawidi, Resi Padmanaba, Begawan Druwasa yang menggunakan wayang srambahan (wayang pinjaman untuk memainkan tokoh tertentu). Hanya tokoh seperti Begawan Abiyasa, Begawan Drona, Resi Bisma saja yang memiliki wayang khusus. Di bawah ini akan kita lihat bagaimana perbedaan wayang pendeta dan ciri khas dari masing-masing daerah.

Pada wayang Begawan Abiyasa di bawah ini ternyata kedua belah pihak sama-sama menggunakan jubah dan sorban. Ciri khas dari wayang gaya Yogyakarta yang dapat kita temui pada wayang pendeta ini adalah, Begawan Abiyasa pada gaya Yogyakarta memiliki tubuh yang lebih membungkuk dan mengenakan topong kethu (jenis topong) yang merupa kan ciri khas dari wayang gaya Yogyakarta terutama untuk pendeta dan beberapa dewa. Selain itu wayang pendeta gaya Yogyakarta juga dapat ditemui garida mungkur yang berada tepat setelah topong kethu. Dalam gambar di bawah, garuda mungkur memang kurang jelas, namun ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.

Layaknya para dewa, Begawan Abiyasa dari Surakarta mengenakan jubah, sorban, dan pernik-pernik lainnya sehingga terlihat lebih mewah dari gaya Yogyakarta. Wajah dari sang pendeta pun terlihat hanya menunduk secara normal.

Abiyasa solo vs jogja

Setelah kita mengamati kedua bentuk wayang di atas, jangan terlalu cepat mengambil keputusan tentang bungkuknya seorang begawan atau resi menjadi ciri khas Yogyakarta karena gaya Surakarta pun memiliki begawan bungkuk. Yang di gunakan sebagai wayang srambahan. Ciri-ciri khusus pada wayang begawan bungkuk gaya Surakarta adalah bentuk wajah yang sudah mulai melenceng dari bentuk wajah seperti Begawan Abiyasa ataupun Batara Bayu. Selain itu wayang ini juga hanya satu tangan saja yang dapat di gerakkan, sebuah kontroversi dalam bentuk pakem wayang di Surakarta karena pada umumnya kedua tangan pada wayang Surakata dapat digerakkan.

Jika pada wayang dewa, jenggot menjadi identitas khusus, makan begitu pula dengan wayang begawan atau pendeta dari Surakarta kendati hal ini bukan merupakan sebuah patokan yang dapat di pegang selamanya mengingat wayang Yogyakarta juga mengalami perkembangan.

pendeta bungkuk

Kluban.net :"Dilihat dari wujudnya, wayang dewa Gagrag Solo berkaki "jangkahan" yaitu posisi kaki depan dan belakang berjauhan. Sedangkan wayang dewa Gagrag Jogja terbagi dua macam, yaitu jangkahan untuk wayang gagah semacam Bayu dan Brahma sementara untuk wayang bermuka halus semacam Indra, Wisnu dan bahkan Batara Guru berkain bokongan dengan tutup kepa surban dan bersampir, baik berbaju atau tidak.

Batara Kamajaya, Jogja (depan) - Solo (belakang)

Batara Kamajaya, Jogja (depan) - Solo (belakang)

Begitupun untuk wayang begawan, semacam Abiyasa dan ada juga Bisma, aslinya wayang bokongan yang diberi sampir dan bersorban serta berbaju."

wisnu solo vs jogja

"Selain itu, Wayang dewa Jogja mirip wayang bukan dewa namun bersorban dan bersampir. Serperti Wisnu di atas, Gagrag Jogja sangat mirip dengan Kresna hanya beda di tutup kepala."